Masih ingat, baik pendukung Anies maupun Ganjar, bagaimana menghajar pendukung Prabowo? Luar biasa sadisnya. Jangankan untuk membalas, bertahan pun sulit dan nyaris tak sanggup. Yang paling diingat adalah foto Ali Mochtar Ngabalin dimiripkan dengan foto Fahri Hamzah. Itu bukan lagi serangan berupa ide, tapi sudah mengarah pada pisik. Untung saja Fahri masih bisa tersenyum, dan dengan santai mengatakan, Ngabalin lebih mulia dari saya. Serangan itu langsung kempes. Itu hanya karena Fahri tetap setia mendukung Prabowo.
Bukan tak ada usaha Fahri Hamzah untuk meyakinkan pendukung Anies dan Ganjar, agar jangan samakan Prabowo dan Jokowi. Jangan keterlaluan menyerang Prabowo. Anda salah! Salah membaca gambar besar. Salah membaca apa di balik peristiwa. Salah membaca Prabowo itu sendiri. Meyakinkan tentu bukan terhadap netizen yang menyerang dirinya, menyamakan dirinya dengan Ngabalin. Melainkan tokoh-tokoh seperti Syahganda Nainggolan, Said Didu, juga Rocky Gerung. Rocky Gerung sebetulnya terlihat mendukung Prabowo sejak awal, karena pembelaannya secara tak langsung
Masih ingat bagaimana Rocky Gerung melemparkan jaket resmi Anies, justru di hadapan pendukung Anies sendiri? Rocky hadir dalam kampanye Anies, tapi menolak dipakaikan simbol-simbol pendukung Anies. Rocky juga membela Prabowo saat diserang Ganjar dalam sebuah debat KPU. Ganjar tak layak menyerang Prabowo soal HAM. Apalagi penilaian Anies 11/100 untuk Prabowo yang justru memenangkan Prabowo itu sendiri. Rocky tak setuju Prabowo bergabung dengan Jokowi, tapi Rocky tetap menghargai pilihan politik Prabowo yang terbukti tepat saat ini.
Memang tak mudah menjadi Prabowo. Menjadi Fahri Hamzah, dan pendukung lainnya, tetap mendukung Prabowo, itu belum seberapa. Prabowo pasti lebih getir.
Tapi Prabowo melewati itu semua dengan baik. Masih ingat, bagaimana menginjak karpet merah buat Jokowi saja, Prabowo menghindari. Apalagi berjalan di depan Jokowi. Itu tak pernah dilakukan Prabowo. Prabowo menghormat luar biasa atasannya. Tapi jangan pula langkahi Prabowo, saat ia memimpin. Jebakan-jebakan yang sadar maupun tidak dibuat, pastilah diketahui Prabowo dengan sangat baik.
Kini, para pendukung Anies dan Ganjar, pelan-pelan mulai merapat kepada Prabowo. Bahkan Megawati sekalipun yang begitu kokoh, yang rasanya mustahil goyah, perlahan mulai luluh. Megawati dan Prabowo mulai cair, dan seperti tak ada lagi sekat-sekat. Kalau tak akan merapat, mungkin mulai berharap banyak kepada Prabowo, setelah apa yang dilakukan Prabowo, satu semester ini memimpin. Kadang lebih semangat pula Said Didu dan Syahganda menceritakan Prabowo. Fahri Hamzah mungkin saja tersenyum mendengarnya.
Dalam podcast Deddy Corbuzier yang terkemuka itu, Said Didu berapi-api mendukung langkah-langkah Prabowo. Bahkan, dengan sangat percaya diri, ia mengaku bahwa para pendukung Prabowo 2014 dan 2019, adalah para pendukung yang sebenarnya. Para pendukung 24 karat. Bukan para pendukung 2024 lalu yang memenangkan Prabowo. Syahganda Nainggolan mengatakan Prabowo seorang pemimpin ideologis, tak seperti Jokowi. Said Didu dan Syahganda seperti tak peduli lagi akan dicibir para pendukung Prabowo. Dia sudah Prabowo maniak pula saat ini.
Bayangkan kalau bukan Prabowo yang menang Pilpres lalu? Bukan karena Anies dan Ganjar tak sanggup, tapi melihat usaha Prabowo saat ini alangkah banyaknya pekerjaan rumah buat memperbaiki negara-bangsa ini? Anies dan Ganjar hanya berpengalaman di level provinsi saja. Itupun dua provinsi yang sulit dikatakan melejit di bawah kepemimpinannya. Prabowo yang memiliki tim yang solid dan setia saja, mesti mengerahkan TNI buat menjaga Kejaksaan. Indonesia memang darurat korupsi dan pengrusakan yang mengerikan. Empat perusahaan tambang dicabut izin tambangnya di Raja Ampat. Jelas dan tegas.
Sayangnya, mantan pendukung Anies dan Ganjar itu, katakanlah kaum oposisi yang mendadak menjadi pendukung Prabowo 24 karat itu, merapat atau malah mendukung Prabowo saat ini, sangat berharap Prabowo berpisah atau mengadili atas kekeliruan yang dilakukan Jokowi saat ia memimpin. Mereka salah lagi membaca Prabowo seperti saat Prabowo bergabung dengan Jokowi dulu. Prabowo itu tak akan bermusuhan dengan orang. Prabowo akan bermusuhan dengan perbuatan orang menyimpang, siapa pun orang itu. Termasuk Jokowi, kalau memang berada di situ.
Ini pertama pula dalam sejarah kita. Presiden justru didukung penuh oleh kaum oposisi. Otomatis, peta Pilpres lalu berubah drastis. Apalagi kalau jadi PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo. Tak ada lagi oposisi. Tapi sayangnya masih ada saja yang memakai peta Pilpres lalu untuk kepentingan politik saat ini. Bisa dipastikan tentu pihak yang diuntungkan dengan peta Pilpres lalu itu. Ekstrem kanan dan kiri masih dipakai untuk menakut-nakuti Presiden Prabowo agar tak melakukan bersih-bersih yang sedang dilakukan dalam segala bidang saat ini. Harus hati-hati juga.
Erizal. Kolumnis dan Politikus.

Komentar