Dunia Islam
Beranda » Regenerasi Kader PKS Antara Idealita dan Realita

Regenerasi Kader PKS Antara Idealita dan Realita

“Karena saya percaya pada Al Quran, bahwa Al Quran memberi tahu kepada kita generasi akan berganti setiap 40 tahun”

Syekh Ahmad Yasin (pendiri Hamas)

Umur generasi yang dipaparkan oleh Syekh ahmad Yasin bisa jadi merujuk pada peristiwa Bani Israel setelah di selamatkan oleh Allah dari kejaran Firaun. Pembangkangan Bani Israil ketika Nabi Musa mengajak kaumnya untuk berangkat menuju ‘tanah yang dijanjikan’ Allah SWT kepada mereka, yaitu Kota Yerusalem. Namun, mereka menolak dan malah meminta agar Nabi Musa dan Allah SWT saja yang berangkat ke kota tersebut, karena mereka takut terhadap raja kejam yang sedang berkuasa di Yerusalem. Maka nabi Musa berdoa

Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (Q.S. Al-Maidah 5: 25)

Maka Allah mengabulkan doa Nabi Musa;

“Allah berfirman: “(Jika demikian), Maka Sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.” (Q.S. Al-Maidah 5: 26)

Tarbiyah di Indonesia; dimulai dari kedatangan Ustadz Hilmy pada tahun 1979; lalu beliau masuk penjara hingga tahun 1980; dan di situlah Jamaah Tarbiyah di mulai. Dan Jakarta menjadi tempat permulaan; sebagaimana Jogja di tahun 1981 yang di rintis oleh Ust Yunahar Ilyas pada kepulangan beliau Pendidikan di Saudi. Dengan melihat Sejarah itu pada saat ini Jamaah Tarbiyah sudah berumur lebih dari 40 tahun yang  berarti usia generasi telah berganti, ini yang harusnya kita sadari.

Sebagai kader Tarbiyah yang menjadi kader generasi di periode pertama; kita tidak bisa gunakan pendekatan yang dilakukan oleh generasi masa lalu dengan generasi yang sekarang; perubahan jaman sangat berbeda. Pada waktu masa lalu sumber sumber ilmu, informasi masih sangat terbatas hanya dari para ulama, atau para ahli agama yang medianya selain buku hanya ceramah-ceramah yang sifatnya terbatas; di abad informasi sekarang sangat melimpah sumber-sumber keilmuwan yang bisa kita peroleh dari para ilmuwan atau ulama melalui media-media yang melimpah di internet.

Pada generasi awal; jamaah ini sangat di minati orang-orang terbaik bangsa ini; terindikasi dari kampus-kampus utama di negara ini sebagai sumber terbesar yang mengisi pengkaderan kita. Bahkan secara politik pemegang kampus-kampus di kalangan mahasiswa diisi oleh kader-kader tarbiyah. Sayang bibit-bibit gajah, singa, Komodo, buaya ini terkesan hanya jadi kambing, kucing, kadal dan cicak saja dalam belantara rimba ke Indonesian ini. Walaupun secara transformasi pada Gerakan-gerakan Islam; Tarbiyah jauh lebih maju dari Gerakan Islam lainnya; ada para Menteri, gubernur, bupati, anggota DPR, DPRD. Tapi saya kira capaian ini masih jauh dari mimpi para pendiri jamaah ini; kalau ada calon presiden dan tiap-tiap Menteri berharap yang paling layak adalah produk-produk Tarbiyah.

Perjalanan jamaah ini secara politik, catatannya tidak bagus-bagus amat. Jamaah ini di temani hanya saat mereka mendapat keuntungan, dan selalu di salahkan apabila merugikan, atau saat mereka menelan kekalahan. Di politik, dengan kemenangan Prabowo sekarang, Partai ini yang di harapkan berada di luar sebagaimana yang di potret oleh bocor alus tempo. Kemenangan Prabowo setelah PKS tidak mendukungnya, begitulah yang beredar di berbagai media sosial. Kesannya PKS pembawa kekalahan bagi siapa yang di dukungnya. Mungkin ini salah satu yang menjadi perenungan kita; kenapa jamaah ini kurang “gaul” kurang bisa di terima oleh komunitas Partai lain. Memang dalam hadist Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda :

الأرواحُ جنودٌ مجنَّدةٌ . فما تعارف منها ائتَلَف . وما تناكَر منها اختلف

“ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. jika saling mengenal di antara mereka maka akan bersatu. dan yang saling merasa asing di antara mereka maka akan berpisah.” (hr. muslim 6376)

Tapi apakah benar yang mendasari karena jiwa yang berbeda dan tidak saling mengenal atau ada sifat-sifat karakter kita sebagai kader yang tidak di sukai umumnya masyarakat. apakah kita merasa sebagai orang yang baik atau lebih sholeh dari mereka dan mereka (masyarakat) sebagai obyek untuk kita dakwahi. mungkin karakter yang kita merasa lebih baik dari masyarakat pada umumnya yang membuat barrier Masyarakat kepada kita. Karakter yang merasa kita lebih baik dari Masyarakat umumnya harus kita hilangkan; terlebih untuk generasi (kader) ke depan.

Era sekarang; jamaah ini jangan merasa pemilik ilmu yang orang-orang butuhkan; ilmu sudah sangat berlimpah di era informasi ini. Jamaah tarbiyah harus berlangkah-langkah lebih maju untuk menjadikan orang-orang itu bergabung dengan kita; yaitu dengan memenuhi kebutuhan hidupnya; istilah lain bagaimana orang-orang tersebut bisa mudah hidupnya dengan bergabung dengan jamaah ini.

Struktur kepartaianpun baik dari pusat hingga ke ranting juga diisi orang-orang yang sudah tidak kompatibel dengan jaman; harus di rombak ulang bagaimana kepengurusan diisi maksimal orang-orang yang masih berumur di bawah 40 tahun baik di Tingkat pusat maupun daerah; sedang kader-kader yang berada di atas usia tersebut di berdayakan untuk membuat organ-organ baru baik untuk social, bisnis maupun Pendidikan; tinggal cari orang-orang yang berbakat untuk mimpin mereka.

Kesenjangan kader dari sisi kesejahteraan juga masih sangat pekat tanpa adanya keseriusan struktur untuk membereskan; Qodhoya tiap pekanan tidak ada upaya sama sekali untuk menjawab problematika kader yang tidak mendapatkan takdir dunia yang menggembirakan, masih miskinlah di mata Masyarakat.

Pada generasi di periode pertama jamaah ini; Al Qur’an hanya sebagai bacaan untuk pengumpul pahala, hafalan memang menjadi program di masing-masing usar, tapi kurang benar-benar terpotret pada diri para kadernya. fenomena yang terjadi pada generasi sekarang, generasi anak-anak kader; banyak sekali yang jadi penghafal Al Qur’an. Beberapa ustadz memotret fenomena generasi sekarang dan mengapresiasi tentang budaya menghafal tapi sempat memberi catatan tentang fungsi Al Qur’an yang tidak sekedar dibaca dan di hafalkan.

Dengan beragam fenomena tersebut maka sebagai kader tarbiyah; kami mempunyai usulan gagasan untuk sedikit membereskan kekusutan tersebut; yang tentunya permasalahan tersebut akan ada dinamika ke depannya dan tentu solusi2 yang akan berkembang ke depannya.

  1. Pengkaderan dengan orientasi Liqo menjadi Kader yang berkarya besar buat bangsa dan negara

Selama ini yang paling mengedepan; inti pengkaderan kita merekrut kader untuk ikut liqo, pada saat pemilu bisa dijadikan saksi, selera ini saya kira terlalu rendah di hadapan Islam yang Allah telah mentakdirkan kita untuk menggantikan bani Israel yang gagal mengemban menjadi umat terbaik.

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat. (QS. Al-Baqarah: 47)

Dan amanah untuk menjadi umat terbaik di berikan kepada umatnya Rasulullah Sebagaimana surat Ali Imron 110; Allah berfirman

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

(110) Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Ada syarat untuk menjadi umat terbaik amar ma’ruf, nahi munkar dan beriman kepada Allah. Kebaikan-kebaikan untuk bangsa ini (amar ma’ruf) harus dilahirkan oleh kader-kader jamaah ini. Kader-kader yang kita rekrut dengan berjejaring harus mampu membuat mahakarya (master piece) dalam Sejarah kehidupannya. Kalau jamaah ini menghasilkan tiap-tiap kader yang mempunyai karya-karya besar; niscaya akan menjadi gula-gula dalam jamaah ini; sehingga bibit-bibit manusia super itu akan kembali menjadikan jamaah ini sebagai laboratorium untuk membesarkan pribadinya. Yang tentunya dilandasi dengan keimanan yang sangat kuat; dan menyibukkan umat dengan karya-karya besar dan menjadikan mainstream (arus utama) maka  kemunkaran dengan sendirinya tidak ada tempat dan waktu.

  1. Perasaan Sholeh menjadi Pelayan Masyarakat

Merasa jamaah ini kumpulannya sebagai manusia-manusia yang lebih sholeh dari umumnya Masyarakat; itu juga kurang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan/merendahkan orang lain.

Filosofis yang sering dipakai jamaah untuk mendifinisikan kepemimpinan selalu merujuk kpd salah satu hadist Rasulullah yang derajat hadistnya kurang begitu kuat yaitu “Rasulullah SAW bersabda, ‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).

Pernah saya membaca suatu tulisan di koran republika tahun  2000-an yang itu menginspirasi saya tentang kepemimpinan; tulisan Avan Pradiansyah tentang seorang raja yang  meminta anaknya untuk berguru kepada seorang Brahmana. Brahmana tersebut menyuruh sang anak raja itu untuk masuk hutan selama 1 tahun. Setelah satu tahun anak raja menghadap ke Brahmana; lalu di tanya kamu mendengar apa? Anak raja menjawab saya mendengar suara angin yang meniup pepohonan, suara-suara burung, suara-suara Binatang, serangga di malam hari.

Brahmana menyuruh anak raja ini kembali ke hutan selama 1 tahun lagi, karen aanak raja belum lulus untuk mendengar realita di hutan sebagai modal kepemimpinan. Setelah satu tahun kembali anak raja ini menghadap Brahmana, dan bilang saya mendengar merekahnya bunga yang sedang mekar, terserapnya embun oleh dedaunan, dan di situlah brahmana memberikan hikmah; bahwa hakikat kepemimpinan itu tidak sekedar mendengar apa yang di minta oleh rakyatnya; tapi pemimpin harus peka terhadap bahasa tubuh dari masyarakatnya dan yang lebih baik; pemimpin harus melayani apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya sebelum bahasa tubuhnya mengirimkan pesan apalagi sampai mulutnya mengatakan; sebagaimana para wakil rakyat yang membuat program reses untuk menyerap aspirasi; itulah tumpulnya modal kepemimpinan yang dimiliki oleh para wakil rakyat.

  1. Al Qur’an yang fungsional

Jamaah ini umumnya hanya menjadikan Al Qur’an terbatas dengan banyak-banyaknya membaca untuk menumpuk-numpuk pahala, generasi anak kita banyaknya hafalan yang menjadi trend generasi sekarang. Padahal fungsi Al Qur’an sebagaimana firman Allah pada ayat-ayat puasa di surat Al Baqarah

Firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 berbunyi:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ … – ١٨٥
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).”

Al Qur’an ini adalah nikmat terbesar yang di berikan kepada umat Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan surat Ar Rahman, sebelum penciptaan manusia, bumi, matahari bulan dan lain-lain.  Peringatan turunnya Al Quran kita syukuri dengan puasa selama 1 bulan, yaitu di bulan Ramadhan. Bandingkan waktu Bani Israel di bebaskan dari Fir’aun kesyukuran kaum Yahudi memperingatinya hanya 1 hari di hari senin. Juga kita memperingati kelahiran Nabi kita pada hari senin dan kita juga di sunnahkan berpuasa. hadits riwayat Abi Qatadah Al Anshari bahwa salah seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya mengenai puasa yang beliau lakukan pada Senin, beliau menjawab:

ذاك يوم ولدت فيه ويوم بعثت اوانزل علي فيه “Itu adalah hari ketika aku dilahirkan dan hari saat kenabian (wahyu) diturunkan kepadaku.” (HR Baihaqi).

Sinyal yang sangat besar, bahwa kita memperingati hari turunnya Al Qur’an yang rasa Syukur kita di wajibkan untuk puasa selama 1 bulan penuh; kurang menempatkan Al Qur’an menjadi rejeki terbesar dengan memfungsionalkan Al Qur’an sesuai denga napa yang di firmankan oleh Allah.

Kita tidak memakai Al Qur’an untuk mendekati persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara kita dengan rujukan utama Al Qur’an dan sunnahnya Rasulullah SAW. Budaya-budaya mentadaburi Al Qur’an kurang mendapat perhatian dari jamaah ini, untuk memahami Al Qur’an sebagai huda, bayan dan furqon.

Herlambang Sukaca. Kader PKS.

Berita Terkait

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *