Sastra dan Budaya
Beranda » Muslim yang Berkebudayaan

Muslim yang Berkebudayaan

Saya percaya, dengan meresapi seni dan kebudayaan, manusia bakal lebih halus perangainya, salah satunya tak mudah tersulut amarah.  Apresiasi batin manusia terhadap seni dan kebudayaan akan memengaruhi segenap pikiran dan perbuatan mereka. Itu sebabnya,  jika sedang longgar, saya menyempatkan diri untuk hadir dalam event-event seni dan kebudayaan. Semacam menjalani laku hidup sebagai muslim yang berkebudayaan.

Bersama keluarga dan anak-anak misalnya, hadir diacara pekan kebudayaan Depok, Festival Kebudayaan Nusantara di Bogor, Pameran Kaligrafi di Taman Ismail Marzuki dan beberapa event lainnya. Tentu,  sebagai orang tua, kudu bisa memilih, mana seni dan kebudayaan yang selaras dengan Islam, agama yang saya anut. Bukan ragam kebudayaan yang semena-mena seperti klaim “Seni untuk Seni”. Alhasil, kesenian, kebudayaan harus mengabdikan dirinya untuk itu. Sementara, kebudayaan dalam Islam, tak lain tak bukan kebudayaan yang berkenabian (kebudayaan profetik).

Perkara kebudayaan ini, sudah mendapat perhatian dari komunitas muslim. Muhammadiyah umpamanya, dalam Munas Tarjih XXII di Banda Aceh (1995) telah melahirkan beberapa hal penting terkait apresiasi terhadap seni dan kebudayaan. Di mana meyakini bahwa seni adalah bagian dari fitrah manusia. Keputusan hukum, seni adalah mubah. Selama tidak  menyebabkan kerusakan (fasad), bahaya (dharar), durhaka (‘ishyan) dan jauh dari Allah. Muhammadiyah berpendapat, medium seni dan kebudayaan untuk kepentingan dakwah adalah ibadah.

Prof. Dr. Abdul Hadi W.M dalam kitabnya “Cakrawala Budaya Islam” memotret bagaimana seni Islam sepanjang sejarahnya mencerminkan upaya para seniman muslim mewujudkan wawasan estetik yang dilandasi oleh ajaran moral, keruhanian dan metafisika Islam.  Seni sebagai tangga naik dari “Yang Banyak” menuju “Yang Satu”, dari “Yang tampak penglihatan mata” ke “Yang tampak pada penglihatan akal dan hati,” dari “Dunia bentuk-bentuk” ke “Inti makna terdalam.” Manifestasinya, tampak jelas dalam ribuan puisi, hikayat, nyanyian, musik, seni hias, karya arsitektur, kaligrafi, seni geometri, lukisan miniatur dan berbagai bentuk pengucapan seni lainnya.

Itu sebabnya, setelah belajar Al-Quran, saya kira tak salah kalau anak-anak kita juga akrab dengan kebudayaan. Mengenalkan mereka pada bagaimana seniman bekerja.  Mengenal makna-makna dari mana semua inspirasi  itu berasal. Sebuah karya yang misalnya diperoleh melalui inspirasi kehidupan, pengetahuan yang mendalam, kreativitas, serta penguasaan teknik yang mendalam. Selain itu berbekalkan imajinasi, penglihatan akal, perenungan kalbu menjadikan karya itu begitu unggul.  Dari situlah anak-anak belajar.

Ketika melihat  pameran lukisan di Taman Ismail Marzuki, misalnya anak bilang “Ayah, gambarnya bagus banget,”. Dialog iman bisa kita teruskan “Iya, pelukisnya pasti hebat, tapi yang menciptakan pelukis semacam itu  pasti lebih hebat Nak,” Atau ketika menonton pertunjukan “Palang Pintu” di pekan kebudayaan Depok, anak-anak bisa belajar bagaimana orang Betawi kudu bisa ngaji, beladiri (silat) dan juga pantun (bersastra).

Di Pekan Kebudayaan Nusantara, Bogor, yang pernah saya saksikan, bagaimana beragam kebudayaan dari berbagai daerah tampil. Ada komentar “Kok penarinya nggak pakai baju?” Ketika menyaksikan penampilan dari provinsi tertentu. Kita bisa melanjutkan dialog tentang keberagamaan Indonesia, tidak langsung menghakimi, walau Islam tentu jelas bagaimana mengatur adab berpakaian sebagai panduan anak dalam keseharian.

Dengan kenal dan akrabkan anak dengan kebudayaan, saya kira mereka akan lebih arif dalam memaknai kehidupan. Dengan kearifan pula, hidup akan menjadi lebih bermakna (meaningful) karena manusia bisa melihat beragam pemandangan dengan perspektif keindahan-keindahan di dalamnya. Begitu juga ia akan bisa memiliki kebajikan, bijak (wisdom) di tengah kehidupan yang beragam, tidak mudah menyalahkan orang.   Semua itu, bisa kita peroleh, salah satunya lewat sebuah usaha bagaimana seorang muslim akrab terhadap kebudayaan. []

Yons Achmad. (Penikmat Kebudayaan, tinggal di Depok)

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *