Sosok
Beranda » Ustadz Majdi: 40 Tahun Semangat Dakwah di Pulau Buru

Ustadz Majdi: 40 Tahun Semangat Dakwah di Pulau Buru

Namanya Ustadz Majdi. Ia kelahiran Gresik Jawa Timur. Tapi kini ia tinggal di Pulau Buru. Sejak 1985 ia bergelut dengan masyarakat dan dakwah di sana. Pendidikan terakhirnya hanya setingkat SMA. Ia menamatkan pendidikan di Pesantren Muhammadiyah, Karangsasem, Paciran Lamongan.
Ia cerita bahwa saat itu ia bersama 30 orang temannya di Jawa Timur sering mendapat pembinaan rutin dari KH Misbah, Ketua Dewan Dakwah Jawa Timur. Bersama kawan-kawannya kemudian ia dikirim ke Pesantren Darul Falah, Bogor. Di sana ia mendapat gemblengan pembinaan Keislaman sekitar satu bulan. Tokoh-tokoh Dewan Dakwah Nasional mengisi training itu. Diantaranya : Mohammad Natsir, Anwar Harjono, Muzayin Abdul Wahab, Prof Rasjidi, Abdullah Wasian dan lain-lain.
Ia merasakan banyak mendapat ilmu dari training Keislaman sebulan itu. Ilmu tentang dakwah, aqidah, tafsir, kristologi dan lain-lain. Sebulan setelah itu ia bersama 30 kawannya kemudian mendapat tugas dakwah di daerah-daerah terpencil. Ada yang ditugaskan ke Timor Timur, NTT, Papua dan lain-lain. Ia sendiri mendapat tugas dakwah di Pulau Buru.
Dengan semangat membara ia melakukan tugas mulia dakwah itu. Ia sendirian ke Pulau Buru. Ia hanya dibekali sedikit uang dan beberapa benih tanaman.
Sampai di Pulau Buru ia banyak mendekati masyarakat. Ia juga menjalin kerjasama dengan dengan ormas-ormas Islam di sana, seperti Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah dan Hidayatullah.
Pria kelahiran 29 Desember 1965 ini mengajak tokoh-tokoh Islam di sana bersama-sama dalam menangani dakwah di masyarakat. Ia kemudian dengan masyarakat di sana mendirikan madrasah ibitidaiyah dan madrasah tsanawiyah. Puluhan anak-anak yang mendaftar dan dididiknya.
Waktu pertama merintis madrasah ibtidaiyah itu, ia sendirian mengajar. Ia mengajar semua pelajaran kecuali ‘bahasa Inggris dan matematika’. Ia mengajar bahasa Arab, Aqidah, al Quran, Hadits, sejarah, ilmu pengetahuan sosial dan lain-lain. “Sekitar lima tahun saya mengajar sendirian,”terangnya ketika berkunjung ke Dewan Dakwah Pusat.
Lambat laun ada yang membantu mengajarnya. Sehingga kemudian ia mendirikan Madrasah Tsanawiyah di sana.
Murid-murid yang telah dididiknya di Pulau Buru, kemudian ia antarkan melanjutkan sekolahnya ke Jawa. Ia sendiri yang mengantarkannya ke sana. Ada yang melanjutkan ke Pesantren Muhammadiyah di Paciran, Pesantren Ngruki dan lain-lain. Kini murid-muridnya ada yang kuliah di Akademi Dakwah Indonesia dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Natsir.
Beberapa alumni yang telah selesai melakukan pendidikan di Pulau Jawa ini kemudian kembali ke kampung halamannya di Pulau Buru. “Kini mereka ada yang mendirikan Madrasah Aliyah,”jelasnya dengan bangga.
Saat mengantarkan muridnya ke Jawa itulah, ia seringkali mampir ke Dewan Dakwah Pusat di Jakarta. Ia beberapa kali bertemu dengan pendiri Dewan Dakwah, Buya Mohammad Natsir. “Saya sangat terkesan dengan Pak Natsir karena ia menanyai satu persatu dai yang dikirim ke daerah. Ia bertanya apa yang saya perbuat di sana, rencana ke depan dan bantuan apa yang bisa diberikan,”paparnya.
Ia pernah mengaku kepada Pak Natsir bahwa ia butuh bantuan seekor kuda untuk melancarkan dakwahnya ke berbagai wilayah pelosok di sana. Pak Natsir menyanggupi dan ia dibelikan seekor kuda. Padahal harga kuda yang bagus saat itu cukup mahal. Ia memanfaatkan kendaraan kuda itu untuk berdakwah ke desa-desa beberapa tahun lamanya. Sayang kuda itu kemudian mati. Ia kemudian dibelikan sepeda motor oleh Dewan Dakwah Pusat sebagai pengganti kudanya.
Ustadz Majdi memang dikenal sebagai bapak yang penyayang di sana. Di Pulau Buru, ia dipercaya membantu ormas Muhammadiyah dan Hidayatullah. Kini ia menjabat sebagai Ketua MUI Kecamatan Waeapo, Pulau Buru. Sebenarnya ia mau ditarik menjadi pengurus MUI Kabupaten Pulau Buru. Tapi masyarakat di sana lebih memilihnya untuk menjadi Ketua MUI Kecamatan.
Di Pulau Buru tidak sedikit tantangan yang ia hadapi. Mulai dari masalah dana, pemahaman agama yang dangkal di masyarakat, dan lain-lain. Ia berterus terang pernah mensyahadatkan 30 orang mualaf.
Ia berpesan kepada dai-dai muda agar istiqamah dan sabar dalam berdakwah. Allah akan menolong hambaNya dimanapun berada. Kini Ustadz Majdi dikaruniai Allah 5 orang anak dan 8 cucu. Istrinya adalah perempuan asli Pulau Buru. “Istri saya itu dulu anak dari seorang jamaah pengajian saya,”katanya dengan tersenyum.
(Nuim Hidayat/ERABARU.ID)

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *