Surat internal juga menyerukan negara anggota PBB menghentikan penjualan senjata, dengan mengatakan “mengkritik Israel saja tidak cukup”.
Oleh : Jason Burke, Koresponden Keamanan Internasional The Guardian
Ratusan pegawai badan utama HAM PBB mendukung sebuah surat internal yang mendesak pimpinan mereka untuk menyatakan bahwa serangan Israel di Gaza merupakan genosida, serta menyerukan negara-negara anggota PBB menghentikan penjualan senjata kepada Israel.
Surat sepanjang 1.100 kata itu ditandatangani oleh sekitar seperempat dari 2.000 staf Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB (OHCHR) yang berbasis di Jenewa dan New York. Surat tersebut menyatakan bahwa serangan Israel di Gaza telah memenuhi ambang batas hukum genosida, dan karena itu “penjualan senjata, transfer, serta dukungan logistik atau finansial terkait kepada otoritas Israel” jelas merupakan pelanggaran hukum internasional bagi semua pihak yang terlibat.
Para pegawai OHCHR mengatakan kepada Guardian bahwa mereka frustrasi dengan kegagalan pimpinan lembaga, Volker Türk, untuk “melangkah lebih jauh dari sekadar mengutuk Israel”.
“Pesan yang disampaikan selalu sama selama hampir dua tahun. Mengkritik Israel tidak cukup. Ia harus menyebutkan secara jelas langkah-langkah apa yang harus diambil negara-negara anggota untuk memenuhi kewajiban mencegah genosida, serta menegaskan konsekuensi hukum bagi para pemimpin, pejabat, dan perusahaan swasta bila mereka tidak melakukannya,” kata salah satu staf penandatangan surat itu.
Staf lain memuji kritik Türk terhadap Israel atas pelanggaran berat hukum internasional dan dugaan kejahatan perang, namun menuduh keputusan untuk menghindari pernyataan publik yang lebih jelas soal genosida adalah “pilihan politik, bukan hukum”.
Surat yang dilihat Guardian itu menyatakan bahwa berdasarkan “bukti yang tersedia dan penilaian otoritatif para pakar yang ditunjuk PBB, serta para profesional hukum dan [hukum humaniter internasional], ambang batas hukum [untuk genosida] telah terpenuhi. [Kami] oleh karena itu mendesak Kantor untuk menyatakannya secara publik.”
OHCHR disebut memiliki “tanggung jawab hukum dan moral yang kuat untuk mengecam tindakan genosida”, dan bahwa “gagal mengecam genosida yang sedang berlangsung merusak kredibilitas PBB serta sistem HAM itu sendiri”.
Para pejabat PBB mengatakan hanya pengadilan internasional yang dapat menyatakan suatu peristiwa sebagai genosida—proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun. Para pakar di Mahkamah Internasional (ICJ) mengatakan pada Juli lalu bahwa putusan apakah Israel melakukan genosida di Gaza kemungkinan baru keluar paling cepat pada akhir 2027.
Banyak kelompok HAM internasional sudah menyatakan genosida tengah terjadi di Gaza, di mana serangan Israel telah menewaskan lebih dari 63.000 orang—sebagian besar warga sipil—melukai 150.000 orang, dan membuat hampir seluruh populasi 2,3 juta jiwa mengungsi. Para pakar yang didukung PBB awal bulan ini menyatakan telah terjadi kelaparan di sebagian wilayah Gaza yang hancur.
Pejabat Israel menolak tuduhan genosida sebagai “keterlaluan dan palsu”, dan mengatakan negaranya bertindak untuk membela diri setelah serangan mendadak Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang—sebagian besar warga sipil—dan menyandera 251 orang.
Pada Januari tahun lalu, ICJ menyatakan tuduhan genosida terhadap Israel “masuk akal” dan memerintahkan Israel untuk “mengambil semua langkah dalam kekuasaannya” guna menghentikan tindakan genosida, termasuk hasutan untuk melakukan genosida, serta mengambil “langkah segera dan efektif” untuk mengizinkan bantuan masuk ke Gaza.
Seorang pegawai OHCHR mengatakan bahwa Türk gagal menjalankan mandatnya untuk mencegah sekaligus melaporkan pelanggaran HAM di seluruh dunia, padahal posisinya yang berprofil tinggi memberi kesempatan untuk membuat perbedaan besar.
“Orang-orang memperhatikan apa yang kita katakan, dan apa yang ia katakan. Ia bisa memberi tahu negara-negara anggota dan pejabat mereka bahwa mereka dapat menghadapi konsekuensi hukum yang sangat serius. Setidaknya itu akan membuat mereka berpikir dan menjadi penanda. Tidak ada yang bisa mengaku nanti bahwa mereka tidak tahu,” kata salah satu penandatangan surat.
Dalam tanggapannya terhadap surat itu, yang juga dilihat Guardian, Türk mengatakan para penandatangan telah mengangkat “keprihatinan penting” dan berjanji akan terus “menuntut akuntabilitas terkait transfer senjata yang memfasilitasi pelanggaran”.
“Saya tahu kita semua merasakan kemarahan moral atas horor yang kita saksikan, serta frustrasi menghadapi ketidakmampuan komunitas internasional untuk mengakhiri situasi ini,” tulis Türk, seorang pengacara HAM dan pejabat veteran PBB.
Juru bicara OHCHR mengatakan lembaga tersebut telah bekerja dalam kondisi yang sangat sulit “dihadapkan pada fitnah dan tuduhan bias, keterlibatan, antisemitisme, standar ganda, dan lain-lain” untuk berusaha mendokumentasikan fakta di lapangan dan membunyikan alarm. Juru bicara itu menambahkan bahwa Türk telah berulang kali memperingatkan adanya “risiko tinggi dan meningkat bahwa kejahatan-kejahatan besar”, termasuk kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida, “sedang dilakukan di wilayah Palestina yang diduduki”.
Pada November, Türk menyerukan negara-negara anggota PBB untuk menilai kembali penjualan atau transfer senjata kepada Israel maupun pihak lain dalam konflik tersebut, “dengan tujuan menghentikan dukungan semacam itu bila berisiko menyebabkan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.”
“Seperti yang dikatakan komisaris tinggi, sejak 7 Oktober 2023, pihak-pihak dalam konflik ini hampir tidak memperhatikan hukum internasional yang melindungi HAM dan mengatur jalannya permusuhan. Hal ini telah menjadi noda pada hati nurani kolektif kemanusiaan … Komunitas internasional perlu bersatu untuk mengakhiri horor yang tak tertahankan ini,” kata juru bicara tersebut.
Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak menanggapi surat internal pegawai PBB “meski isinya palsu, tanpa dasar, dan dibutakan oleh kebencian obsesif terhadap Israel”. II NH, The Guardian

Komentar