Kolom
Beranda » Dakwah Menulis Kader FLP

Dakwah Menulis Kader FLP

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fussilat:33)

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa ‘perkataan terbaik adalah Al-Qur’an.’ Maka, ‘seruan atau konten terbaik adalah konten yang mengajak pada ketaatan kepada-Nya’. Seorang kader Forum Lingkar Pena (FLP), dalam hal ini adalah kader yang senantiasa menyebarkan nilai-nilai kebaikan yang bersumber dari petunjuk Allah SWT.

Setidaknya, ada beberapa hal yang dapat direnungkan untuk terus berdakwah lewat menulis.

Pertama, senantiasa mengkaji Al-Qur’an, Al-Hadits, dan perjalanan sejarah umat Islam. Al-Qur’an dan hadits tidak cukup hanya dibaca dan dihafal, akan tetapi harus direnungkan dan dicari apa makna yang dapat memperkaya iman. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan pemahaman kepadanya tentang agama.” (HR. Bukhori)

Perjalanan sejarah umat Islam dapat dipelajari dari sejarah para nabi dan rasul, serta perjalanan umat Islam sejak abad ke-7 hingga abad ke-21.

Mengkaji ketiga hal tersebut secara simultan akan membawa kita pada hati dan pikiran yang tidak terlepas dari petunjuk Allah dan kisah praktik keislaman sepeninggal Nabi terakhir. Kita tahu bahwa umat Islam terpecah dalam berbagai kelompok; upaya untuk mempersatukannya tidak mudah; akan tetapi, mempelajari bagaimana praktik Islam di berbagai negeri adalah penting untuk memperkaya hati dan pikiran.

Termasuk yang cukup penting adalah mempelajari bagaimana situasi umat Islam satu abad terakhir yang ‘bagai buih di tengah lautan’ di tengah percaturan politik global. Berbagai eksperimen umat Islam—termasuk gerakan keislaman—telah kita baca, dan dari situlah kita bisa mengambil apa pelajaran terbaik sebagai ‘gerakan literasi berbasis keislaman’ di zaman sekarang.

Kedua, berinovasi melahirkan karya bermutu yang berdampak global. Inovasi lahir dari percobaan demi percobaan; trial and error; jatuh dan bangun. Semua jenis karya sastra yang kenal sekarang adalah hasil percobaan dari waktu ke waktu. Semua karya besar dalam sejarah tidak terlepas dari percobaan sang penulis untuk mencari dan menemukan ‘kebaruan’ yang bermakna bagi umat manusia.

Karya bermutu dihasilkan dari pemikiran yang bermutu, bacaan yang bermutu, renungan yang bermutu, dan termasuk kedalaman perasaan yang bermutu pula. Bisa dikatakan bahwa ‘karya bermutu lahir dari pribadi yang bermutu’. Untuk itu, tiap kader perlu menjadikan dirinya sebagai pribadi yang bermutu dalam pemikiran, karya, dan juga kehidupannya. Memang tidak semua orang dapat mencapai derajat sempurna, akan tetapi perjuangan untuk melahirkan pikiran dan karya bermutu teramat penting sebagai salah satu kontribusi umat Islam bagi kemanusiaan.

Inovasi tersebut dapat dilatih tidak hanya melalui tulisan yang banyak, akan tetapi melalui tulisan yang bermakna bagi orang banyak. Tulisan yang baik tidak harus panjang; terkadang, tulisan pendek lebih bermakna dari tulisan panjang. Nabi Muhammad SAW bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

Artinya: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhori)

Dalam hal ini, kita perlu berfokus pada bagaimana melahirkan butir-butir pikiran yang bernas, ketimbang butir-butir jumlah karya yang massif. Karya yang banyak itu bagus—sebagai pengalaman—akan tetapi harus dibarengi dengan karya-karya yang mendalam dan kalau bisa dapat menjawab satu permasalahan.

Ketiga, menyebarkan karya untuk audiens global. Saat ini, masyarakat global umumnya berbahasa Inggris, maka penting untuk kita menerbitkan karya dalam bahasa tersebut. menerbitkan buku berbahasa Arab sebagai ‘bahasa umat Islam’ juga penting, terutama untuk menjangkau audiens Timur Tengah. Bahasa lainnya, seperti bahasa Mandarin, Korea, dan Rusia juga potensial untuk itu. Artinya, penyebaran karya FLP yang sejauh ini massif berbahasa Indonesia patut untuk ditingkatkan dengan bahasa asing untuk menjangkau audiens global.

Dalam hal ini, organisasi FLP dapat mendorong tiap kader untuk terus meningkatkan kapasitas bahasa asingnya, sekaligus melahirkan karya-karya terbaik yang dapat diterjemahkan ke bahasa asing tersebut. Jadi, ketika bertemu orang Arab, maka kader FLP dapat menghadiahkan buku berbahasa Arab, pun demikian yang berbahasa Inggris dan lainnya.

Buku yang ditulis dengan semangat dakwah atau ‘mengajak pada kebaikan’ tentu memiliki bobot yang luar biasa, sebab tulisan tersebut disemangati oleh petunjuk Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Artinya: “Barang siapa yang menunjukkan jalan kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)

Membudayakan sharing pengetahuan berbahasa asing juga penting. Misalnya, tiap tahun FLP dapat menggelar konferensi internasional dengan pembicara dari internal FLP dan eksternal dari dalam negeri atau luar negeri. Semakin sering kita berbagi pengetahuan dalam forum internasional, tentu semakin berpengalaman kita jika suatu saat akan berbicara di forum internasional lainnya. Dengan demikian, kapasitas kader tidak hanya sebagai ‘pembicara dalam negeri’, tapi menjadi ‘pembicara internasional’, yakni pembicara yang ‘rahmatan lil’alamin.’

Saat ini, Indonesia adalah salah satu negara teratas dalam populasi muslim dunia, selain Pakistan, India dan Bangladesh. Jumlah muslim saat ini hampir 2 miliar di dunia, atau sekitar 25,6% dari populasi global dengan pertumbuhan sebesar 21% antara 2010 dan 2020. Fakta itu menunjukkan bahwa banyak ‘muallaf global’ yang membutuhkan konten keislaman. Untuk itu, jika produksi karya FLP dapat tersebar di berbagai dunia, tentu saja hal itu juga akan membantu pendalaman Islam, terutama bagi muallaf atau muslim muda tersebut.

Jika kita renungkan kembali firman Allah di awal tulisan ini, dapatlah kita semangat spiritual bahwa sebenarnya penulis terbaik adalah penulis yang isi kontennya berisi ajakan kepada Allah. Saat posting konten di media sosial, isinya adalah ajakan untuk taat kepada Allah, ajakan untuk beramal saleh, dan ajakan untuk menjadi pribadi terbaik yang bermanfaat bagi umat manusia. Semua konten yang kita produksi sepatutnyalah kita mulai dengan semangat dakwah untuk ‘menyeru pada kebaikan dan mencegah pada keburukan’.

Yanuardi Syukur, Anggota Forum Lingkar Pena

PS: Selamat Munas VI FLP di Surabaya.

Berita Terkait

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *