Dunia Islam
Beranda » Hancurnya Peradaban Barat (Amerika dan Israel)

Hancurnya Peradaban Barat (Amerika dan Israel)

Tragedi genosida Gaza ini menunjukkan bahwa peradaban Barat sebenarnya telah hancur. Bangsa-bangsa mereka memang belum hancur, tapi nilai-nilai mereka yang hancur. Barat tidak bisa lagi memberikan teladan kepada manusia. Barat tidak bisa lagi memberikan nilai-nilai yang bermanfaat kepada manusia.

Israel (dan Amerika) kini dicap sebagai bangsa yang terbengis di dunia. Bangsa yang tidak mengenal arti kemanusiaan. Bangsa yang bertindak semena-mena terhadap bangsa lain. Bangsa yang hanya mengandalkan kekuatan senjata untuk menindas bangsa lain. Bangsa yang kehilangan fitrahnya.

Hancurnya peradaban Barat sebenarnya telah mulai sejak invasi Amerika menyerang Irak pada 2003 silam. Saat itu Amerika beralasan bahwa penyerbuan mereka ke Irak, karena Irak mempunyai senjata pemusnah massal yang bisa membahayakan bangsa-bangsa di sekitarnya.

Tapi diketahui setelah Amerika menghancurkan Irak (dengan jumlah korban lebih dari 500 ribu orang), Amerika tidak mendapatkan senjata pemusnah massal itu. Amerika menyembunyikan niat sebenarnya invasinya ke Amerika itu. Yaitu ingin mengusai sumberdaya minyak di Irak (Baca : Dosa-Dosa Amerika – SUARAISLAM.ID, Hai Amerika, Tinggalkan Ladang-Ladang Minyak di Irak!! – Panjimas dan Hancurnya Nilai-Nilai Amerika – SUARAISLAM.ID). Minyak di Irak menurut para ahli, menempari ranking nomer dua setelah Arab Saudi.

Nafsu imperialisme Amerika dan Israel adalah sama. Mereka ingin memaksakan nilai-nilai yang dianutnya ke bangsa lain. Apabila bangsa lain tidak menuruti mereka, maka bangs aitu dihancurkannya. Itulah yang dilakukan Israel di Gaza. Itulah yang dilakukan Amerika ke Irak dan Afghanistan.

Nilai-nilai Amerika-Israel, seperti menghidupkan LGBT, demokrasi liberal, kebebasan seks (pornografi), bolehnya bohong, kebebasan mutlak pada manusia dan lain-lain, kini disadari banyak manusia nilai-nilai itu bukan memperbaiki manusia tapi justru merusak manusia.

Al Quran menyebut kematian sebuah bangsa atau umat. Renungkanlah ayat al Quran ini,
“Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak kuasa menolak mudarat ataupun mendatangkan manfaat kepada diriku, kecuali apa yang Allah kehendaki.” Bagi setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Yunus : 49)
Di dalam ayat ini al Quran menyebut kematian umat atau bangsa. Bisa juga dimaknai sebagai kematian sebuah peradaban.

Sayyid Quthb menafsirkan ayat ini dengan menekankan konsep tauhid dan ketundukan total kepada kehendak Allah. Berikut intinya:
1. Penegasan bahwa Rasul hanyalah manusia, bukan penguasa takdir.
Nabi Muhammad ﷺ tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudarat bagi dirinya sendiri — apalagi bagi orang lain. Semua berada di bawah kekuasaan mutlak Allah.
Ini merupakan bantahan terhadap kaum musyrik yang menuntut Nabi agar mendatangkan azab atau mukjizat tertentu sesuai keinginan mereka. Allah memerintahkan beliau menjelaskan keterbatasannya sebagai hamba.
2. Setiap umat memiliki ajal (masa keberadaan dan kebangkitannya).
Sayyid Quthb menjelaskan bahwa sebagaimana individu memiliki ajal kematian, umat atau peradaban juga memiliki masa hidup. Bila masa itu berakhir karena penyelewengan, kedzaliman, atau penolakan terhadap kebenaran, maka tidak ada kekuatan apa pun yang bisa menundanya.
Inilah sunnatullah dalam sejarah manusia — hukum Allah yang tetap:
“Apabila ajal mereka tiba, mereka tidak dapat menundanya sesaat pun, dan tidak pula memajukannya.”
3. Pesan spiritual dan sosial:
Umat manusia tidak boleh tertipu oleh kekuasaan atau kelanggengan. Semua berada dalam genggaman kehendak Allah. Kekuatan, kejayaan, bahkan eksistensi suatu bangsa atau peradaban akan berakhir ketika telah tiba “ajal” yang telah ditentukan Allah.
4. Nilai dakwah dan kesabaran Rasul:
Sayyid Quthb menekankan bahwa ayat ini juga menghibur Rasulullah ﷺ agar bersabar menghadapi kaum yang menentangnya. Tugas beliau hanyalah menyampaikan risalah — bukan mempercepat turunnya azab atau menentukan waktu kemenangan.
Kemenangan dan azab datang sesuai dengan iradah (kehendak) Allah, bukan sesuai dengan keinginan manusia.

Sayid Qutb menyatakan,” Ini adalah pernyataan tentang hakikat terbesar dalam wujud ini, yakni hakikat kekuasaan Ilahi yang mutlak dan ketidakberdayaan seluruh makhluk selain Allah. Nabi sendiri tidak mampu memberi manfaat atau menolak mudarat bagi dirinya, maka bagaimana mungkin beliau mampu melakukannya bagi orang lain?

Lalu, bagaimana pula kaum musyrik dapat menuntut beliau agar mempercepat turunnya azab atau menundanya?! Segala sesuatu terjadi dengan ketentuan (qadar). Setiap umat memiliki ajalnya. Bila ajal itu datang, mereka tidak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak dapat memajukannya. Itulah sunnatullah atas umat-umat, yang tidak berubah dan tidak berganti.”

Peradaban yang telah membusuk nilai-nilainya, tidak dapat lagi diteladani oleh bangsa-bangsa lain. Maka saatnyalah umat Islam menunjukkan nilai-nilai yang hebat dari al Quran untuk dipersembahkan kepada dunia. Saatnya umat Islam memimpin dunia, karena peradaban Barat telah terbukti gagal membangun manusia. Peradaban Barat telah memberi teladan kepada manusia.
Al Quran menjelaskan,
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ ۚ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Ali Imran 140)

Pada ayat ini, Sayid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menjelaskan,
“Itulah sunnatullah dalam kehidupan. Hari-hari terus berganti; kemenangan tidak kekal, kekalahan pun tidak abadi. Tidak ada kekuasaan yang akan tetap selamanya di tangan satu umat.
Tangan Allah-lah yang menggilir hari-hari itu di antara manusia, agar setiap umat diuji agar Allah menampakkan siapa yang benar-benar beriman, agar Allah memilih di antara kaum mukminin para syuhada, dan agar Allah mendidik umat beriman melalui ujian dan cobaan supaya mereka menjadi umat yang jujur dan sabar.
Maka, kekalahan di jalan Allah bukanlah keburukan mutlak, sebagaimana kemenangan bukanlah kebaikan mutlak.
Semuanya adalah bagian dari pendidikan ilahi, ujian, dan pemurnian jiwa.
Allah tidak mencintai orang-orang zalim — yaitu mereka yang keluar dari jalan keadilan, baik di medan perang maupun dalam kehidupan.“

Pesan Utama Sayid Qutb dalam ayat ini adalah:
1. Sejarah dan kemenangan adalah milik Allah.
Umat manusia hanya menjalani sunnatullah. Kemenangan bukan karena jumlah atau kekuatan, tetapi karena kebenaran dan keteguhan iman.
2. Kekalahan bisa menjadi rahmat.
Melalui kekalahan, Allah mendidik dan membersihkan umat dari kelemahan, kemunafikan, dan cinta dunia.
3. Syahid adalah kemuliaan.
Allah “mengambil” sebagian kaum mukminin sebagai syuhada — suatu bentuk pemuliaan, bukan kekalahan.
4. Ujian adalah cara Allah menyiapkan generasi pejuang sejati.
Hanya mereka yang teruji dengan sabar dan iman yang layak memikul amanah risalah.

Maka di sini kita melihat, dengan membusuknya nilai-nilai peradaban Barat ini, maka saatnyalah umat Islam ini tampil memimpin dunia. Tampil untuk membangun peradaban dengan landasan al Quran yang mulia.

Dalam ayat berikutnya, Al Quran menyatakan,
وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
“Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir“

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.“ (QS Ali Imran 141-142)

Tentang ayat ini Sayid Qutb menyatakan,“Inilah pembersihan melalui ujian, dan pendidikan melalui cobaan, serta pembedaan antara yang benar dan yang pura-pura. Kekuasaan di muka bumi tidak akan diberikan kepada orang beriman sebelum mereka dididik dengan kejujuran, kesabaran, dan keteguhan.
“Apakah kamu mengira akan masuk surga padahal Allah belum mengetahui siapa di antara kamu yang berjihad dan siapa yang sabar?”
Tidak! Surga itu mahal harganya.
Jalannya dipenuhi jihad, ujian, dan kesabaran.
Orang-orang yang benar dalam keimanannya hanya akan tampak dalam masa-masa sulit dan menegangkan, di mana ketakutan dan tekanan menyingkap hakikat jiwa.
Itulah sunnatullah dalam mendidik hati dan menyucikan umat:
melalui cobaan, penderitaan, dan kesabaran — agar mereka layak untuk kemenangan dan surga.”

Jadi pesan utama ayat ini menurut Sayid Qutb adalah :
1. Ujian adalah cara Allah menyucikan orang beriman.
Dengan cobaan, Allah menghapus dosa, membersihkan niat, dan meneguhkan hati.
2. Kemenangan tidak diberikan sebelum iman matang.
Umat Islam belum pantas menang sebelum ruh mereka terbentuk dalam kesabaran dan kejujuran sejati.
3. Jalan menuju surga bukan jalan yang mudah.
“Surga itu mahal,” kata Sayyid Quthb — dan hanya mereka yang menanggung ujian dengan sabar yang layak memasukinya.
4. Kekalahan sementara bukan kegagalan.
Ia hanyalah fase tarbiyah (pendidikan Ilahi) untuk mempersiapkan umat menuju kemenangan hakiki dan tempat mulia di akhirat.

Jalan kemenangan Islam adalah dengan jihad dan sabar. Berjihad yakni bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan nilai-nilai Ilahi (al Quran) dan sabar menghadapi kenyataan hidup dalam perjuangan itu.

Kesungguhan dan kesabaran pasukan-pasukan Hamas dalam melawan Israel menunjukkan bahwa kelompok ini berpegang teguh pada al Quran. Sedangkan kita di tanah air juga harus bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan Islam di tanah air. Kita mesti berdakwah tidak kenal lelah. Kita mesti menulis atau bicara untuk kemuliaan Islam. Kita mesti menjelaskan kebusukan Israel dan Amerika (peradaban Barat) kepada masyarakat.

Renungkanlah ayat-ayat dalam surat Ibrahim tentang peradaban manusia ini,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,

تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS Ibrahim 24-27).

Wallahu alimun hakim. Wallahu azizun hakim. II Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial dan Politik

Berita Terkait

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *