Dunia Islam
Beranda » IDF Memaksa Warga Sipil Keluar Dari Kota Gaza

IDF Memaksa Warga Sipil Keluar Dari Kota Gaza

Dua divisi tentara bergerak menuju pusat Kota Gaza sementara serangan udara Israel kembali menghancurkan bangunan.
Oleh : Julian Borger di Yerusalem dan Jason Burke
Pasukan Israel melanjutkan serangan darat ke Kota Gaza pada Rabu, dengan upaya lebih jauh untuk memaksa warga meninggalkan rumah mereka dan menuju ke wilayah selatan yang sudah padat dan tidak aman di jalur yang hancur itu.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pada Rabu bahwa mereka telah melakukan 150 serangan udara dan artileri sebelum operasi darat yang dimulai Selasa pagi.
Dua divisi tentara bergerak perlahan menuju pusat kota dan diperkirakan akan bergabung dengan divisi ketiga dalam beberapa hari mendatang.
Sejumlah serangan udara menghancurkan blok apartemen di tengah kamp tenda yang dihuni para pengungsi. Israel mengklaim bangunan-bangunan itu digunakan Hamas untuk pengintaian.
Pada Selasa malam, rumah sakit anak al-Rantisi di Kota Gaza terkena serangan. Menurut kementerian kesehatan Gaza, setengah dari 80 pasien berhasil keluar, namun sisanya — termasuk empat anak di ICU dan delapan bayi prematur — tetap tertinggal.
Serangan malam itu menewaskan 16 orang, menurut rumah sakit setempat, sehingga total korban tewas Palestina dalam dua tahun perang mencapai 65.000. Pada Selasa, sebuah komisi HAM PBB merilis laporan yang menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza.
Jalan pesisir yang mengarah ke selatan dari Kota Gaza dipenuhi keluarga yang berusaha melarikan diri dari serangan. Pada Rabu, IDF mengumumkan pembukaan jalur kedua di tengah Jalur Gaza selama dua hari untuk mendorong eksodus.
Namun banyak warga Kota Gaza dan wilayah utara kemungkinan besar tidak menerima pesan teks atau unggahan media sosial dari IDF karena serangan di wilayah itu telah merusak jaringan telekomunikasi.
Dari sejuta warga Palestina yang tinggal di dalam dan sekitar Kota Gaza, militer Israel memperkirakan 350.000 telah pergi ke selatan selama sebulan terakhir. PBB memperkirakan jumlahnya 238.000, termasuk sekitar 50.000 dalam 48 jam terakhir.
PBB pada Rabu menyatakan kekhawatiran serius tentang menipisnya makanan dan pasokan lain di Gaza utara, di mana banyak orang sudah mengalami kelaparan, setelah Israel menutup satu-satunya perbatasan di sana pekan lalu.
“Ada kekhawatiran besar bahwa persediaan bahan bakar dan makanan akan habis dalam hitungan hari karena kini tidak ada jalur masuk bantuan langsung ke Gaza utara dan pasokan dari selatan semakin sulit akibat kemacetan jalan dan kondisi yang tidak aman,” kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dalam pernyataannya.
Berlawanan dengan klaim Israel, tidak ada warga Palestina yang diwawancarai The Guardian dalam beberapa pekan terakhir mengatakan mereka dipaksa Hamas untuk tetap tinggal di kota. Banyak warga mengatakan mereka tidak bisa atau enggan pergi karena berbagai alasan lain.
Beberapa secara fisik tidak mampu bergerak karena berbulan-bulan kelaparan, sementara yang lain tidak mampu membayar ongkos transportasi atau harga tenda plastik seadanya di tujuan mereka.
Banyak yang menganggap selatan sama berbahayanya dengan Kota Gaza. Israel sering membombardir “zona kemanusiaan” yang didirikannya di al-Mawasi. Kamp besar di sana terkena serangan Israel pada malam hari, menewaskan dua orang tua dan seorang anak.
Banyak pejabat keamanan Israel, termasuk Kepala Staf IDF Letjen Eyal Zamir, secara pribadi mempertanyakan kebijaksanaan ofensif ini — baik dari sisi biaya kemanusiaan maupun karena mereka menilai kecil kemungkinan tujuan yang dinyatakan, yakni penghancuran total Hamas, bisa tercapai.
Tidak ada pemeriksaan keamanan terhadap massa yang mengungsi ke selatan, sehingga sebagian besar pengamat percaya kemungkinan besar militan Hamas akan berkumpul kembali di tempat lain. Pejabat IDF memperkirakan ada 2.000–3.000 pejuang Hamas dan Jihad Islam siap bertempur di pusat kota, namun intelijen IDF menilai itu hanya sebagian kecil dari kekuatan mereka yang masih tersisa.
Banyak pengamat dan komentator Israel percaya motif sebenarnya dari ofensif ini bersifat politik: menjaga Israel tetap dalam keadaan perang untuk menghindari pemilu dini yang bisa menggulingkan koalisi sayap kanan keras Benjamin Netanyahu, serta menjadikan Kota Gaza tidak layak huni guna menekan warga Palestina agar pergi dan negara lain menerima mereka. Cogat, badan kementerian pertahanan Israel yang mengatur akses ke Gaza, pada Rabu mengeluarkan imbauan kepada warga Palestina di wilayah itu yang ingin pergi.
Bezalel Smotrich, menteri keuangan sayap kanan Israel, menyebut Gaza sebagai “ladang emas properti” menurut laporan media berbahasa Ibrani (17/9).
Berbicara di konferensi pengembangan properti di Tel Aviv, Smotrich mengatakan ia sedang berbicara dengan “orang Amerika” dan menambahkan: “Pembongkaran, tahap pertama dari pembaruan kota, sudah kami lakukan. Sekarang kita hanya perlu membangun.” II The Guardian

Berita Terkait

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *