Meskipun tetap memprotes, tak puas dengan vonis hakim, tapi Hasto Kristiyanto terlihat sekali tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya atas vonis hakim 3,5 tahun penjara itu.
Itu seperti kemenangan lain bagi Hasto. Artinya, apa yang dinarasikan selama ini bukan isapan jempol belaka. Yang terbukti hanyalah suapnya saja, sementara perintangan hukumnya tak terbukti.
Yang paling berbahaya sebetulnya perintangan hukumnya itu, karena bisa menyeret banyak pihak. Istilah Novel Baswedan sebelumnya, bisa membuka kotak pandora.
Kalau suapnya sebetulnya sudah selesai disidangkan 5 tahun lalu. Penerima dan pemberi suap sudah dihukum dan sudah pula menyelesaikan hukuman saat ini.
Hasto Kristiyanto dituduh juga pemberi suap karena sebagian uangnya dianggap berasal dari dirinya. Kenapa begitu perlu Hasto mendudukkan Harun Masiku, spekulasinya liar dan itu sulit dibuktikan. Sesulit KPK membuktikan perintangan itu.
Sebab, perintangan hukum itu dari dalam, bukan dari luar. Biasanya dari luar. Bahkan, dari pimpinan pula. Kasusnya sudah lama dan sudah inkrah. Hakim tidak yakin untuk membuka kotak pandora itu.
Tidak saja mengomentari vonis hakim terhadap dirinya, Hasto Kristiyanto juga menyambar vonis hakim yang diterima oleh Tom Lembong. Hasto memanggil Tom dengan panggilan sahabat. Entah sejak kapan Hasto dan Tom Lembong bersahabat?
Kasus Hasto dan Tom Lembong dianggap suatu bukti bahwa hukum sudah menjadi alat kekuasaan. Tuduhan bahwa Hasto dan Tom Lembong dianggap sebagai korban kriminalisasi atau politisasi hukum, semakin mendapat pembenaran. Entah seperti apa mengaitkan antara vonis hakim dan kriminalisasi itu?
Terlihat sekali, baik kasus Hasto Kristiyanto maupun kasus Tom Lembong, hakim berdiri di tengah-tengah. Tidak membebaskan; artinya, kerja penyidik dan jaksa ada benarnya, tidak salah.
Tapi tidak juga menghukum secara maksimal sesuai tuntutan. Artinya, anggapan bahwa kasus ini pesanan politik, kriminalisasi, atau apa pun istilahnya, juga tidak salah. Aromanya memang begitu tercium.
Masak baru saja dilantik, pimpinan KPK langsung mentersangkakan Hasto? Kenapa hanya Tom Lembong yang jadi tersangka? Padahal Semua Menteri Perdagangan melakukan impor seperti Tom Lembong.
Meski sama-sama dianggap korban kriminalisasi hukum, entah kenapa hakim yang memvonis Tom Lembong lebih banyak diprotes daripada hakim yang memvonis Hasto Kristiyanto? Tidak saja oleh kuasa hukum, pihak lain juga memprotes, termasuk Mahfud MD.
Mahfud MD yang sebelumnya membenarkan proses hukum Tom Lembong, tapi vonis hakim tak lagi didukungnya. Mens rea (niat jahatnya) tak terbukti, katanya. Tapi hakim yang memvonis Hasto Kristiyanto seperti dipuji. Kalaupun diprotes, itu tipis-tipis saja.
Baik kasus Hasto Kristiyanto maupun Tom Lembong dianggap masih residu hasil Pilpres kemarin. Hasto mewakili pendukung Ganjar yang keras menyerang Jokowi dan keluarganya, sementara Tom mewakili kubu Anies yang cukup militan sampai berdebat sengit dengan Luhut Binsar Panjaitan.
Dua kasus itu diusut justru di era Prabowo, tapi yang dianggap bermain justru tangan-tangan Jokowi. Dan memang baik Hasto maupun Tom, menyerang ke arah Jokowi, bukan Prabowo. Apa boleh disebut, pengusutan ala Jokowi, tapi vonis hakim justru ala Prabowo? Dituntut 7 tahun, vonisnya sama-sama relatif separuh.
Belajar dari kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, agaknya kasus dugaan ijazah palsu Jokowi akan begitu juga.
Kalau kasus Hasto dan Tom dianggap residu Pilpres karena dendam politik pihak Jokowi, maka kasus dugaan ijazah palsu Jokowi justru dianggap berasal dari orang yang tak suka terhadap Jokowi.
Jokowi sendiri yang mengatakan bahwa kasus ini bertujuan untuk merusak reputasi diri dan keluarganya. Jokowi di sini merasa dizalimi dan menjadi pelapor, sementara kasus lain justru Jokowi dituduh bermain, menzalimi.
Kalau nanti kasus dugaan ijazah palsu Jokowi ini benar-benar diumumkan tersangkanya oleh Polda Metro Jaya. Kabarnya bisa 12 orang, bahkan bisa lebih pula. Maka ini akan menjadi kasus dengan jumlah tersangka paling banyak dalam sejarah dan sangat fenomenal.
Tapi rasanya, seperti kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, para tersangka pencemaran nama baik, ujaran kebencian, fitnah, provokasi, dan lain-lain itu, akan divonis ringan saja, bahkan bisa bebas juga.
Itu kasus paling tidak jelas dan buang-buang waktu dan tenaga saja. Masing-masing pihak sebetulnya sudah melakukan fitnah dan ujaran kebencian masing-masingnya. Yang kena kita sama-sama tahu saja.
Erizal

Komentar