Dunia Islam
Beranda » Sekali Lagi, Netanyahu Mengakali Trump

Sekali Lagi, Netanyahu Mengakali Trump

Trump menganggap dirinya sebagai ahli pembuat kesepakatan. Tetapi ia secara rutin berhasil dikalahkan oleh para pemimpin otoriter seperti Netanyahu dan Vladimir Putin.

Sebagai kandidat presiden, Donald Trump pernah mengklaim bahwa ia akan segera mengakhiri perang di Gaza. Delapan bulan setelah menjabat, Trump akhirnya memutuskan untuk memberikan sedikit tekanan AS kepada Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel, dengan mengumumkan rencana perdamaian 20 poin di Gedung Putih pada Senin.

Namun kesepakatan yang dibuat presiden AS dengan Netanyahu – setelah Trump berbulan-bulan menunda, membiarkan Israel melanjutkan perang genosidanya dengan senjata AS dan dukungan politik tanpa syarat – bukanlah sebuah proposal gencatan senjata, melainkan ultimatum bagi Hamas untuk menyerah.

Setelah hampir dua tahun memperpanjang perang dan menghalangi negosiasi gencatan senjata, Netanyahu memperoleh hampir semua yang ia inginkan, berkat Trump. Rencana AS menyerukan agar Hamas meletakkan senjata dan membebaskan sandera Israel yang tersisa di Gaza, namun membiarkan pasukan Israel menduduki sebagian Gaza untuk waktu yang tidak ditentukan. Itu mendekati janji “kemenangan total” atas Hamas yang terus-menerus dijanjikan Netanyahu kepada publik Israel, tetapi gagal diwujudkan di medan perang.

Apa jadinya jika Hamas menolak kesepakatan ini, yang disusun tanpa melibatkan Hamas maupun faksi Palestina lain? Trump menegaskan ia akan memberi Netanyahu keleluasaan untuk menabur lebih banyak kematian dan kehancuran di Gaza. “Israel akan mendapat dukungan penuh saya untuk menuntaskan pekerjaan menghancurkan ancaman Hamas,” katanya di Gedung Putih. Pada Selasa, Trump menambahkan bahwa ia memberi pejabat Hamas “tiga atau empat hari” untuk merespons – dan memperingatkan bahwa kelompok itu akan “membayar di neraka” jika menolak perjanjian tersebut. Dalam negosiasi sebelumnya, Hamas telah menolak proposal Israel yang memaksa kelompok itu melucuti senjata dan menyingkirkannya dari peran pemerintahan di Gaza.

Sekali lagi, Netanyahu berhasil mengalahkan Trump, yang menganggap dirinya ahli membuat kesepakatan. Tetapi ia secara rutin dipermainkan oleh orang-orang kuat seperti Netanyahu dan Vladimir Putin.

Ketika Trump menjabat pada Januari, ia sebenarnya berada di posisi lebih kuat dibanding pemimpin Israel itu, karena berhasil mendorong Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata di Gaza yang berlaku sehari sebelum pelantikannya, 20 Januari. Tetapi Netanyahu, yang khawatir pemerintah sayap kanannya akan runtuh jika ia menyetujui gencatan senjata permanen dengan Hamas, memberlakukan pengepungan baru atas Gaza pada awal Maret. Dengan restu Trump, Israel menahan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lain dari warga Palestina. Netanyahu kemudian menolak melanjutkan negosiasi dengan Hamas, dan melanggar gencatan senjata itu setelah dua bulan.

Karena dukungan tanpa syarat Trump terhadap Netanyahu, AS kini semakin terlibat dalam kejahatan perang Israel. Sejak Netanyahu melanjutkan perang pada Maret, sekitar 15 dari setiap 16 orang yang dibunuh militer Israel di Gaza adalah warga sipil, menurut kelompok pemantau kekerasan independen Acled. Israel juga melancarkan kampanye kelaparan yang lebih parah dan menyebabkan bencana kelaparan di Gaza utara. (Pada Agustus, The Guardian melaporkan bahwa basis data rahasia militer Israel menunjukkan 83% warga Palestina yang terbunuh di Gaza antara Oktober 2023 hingga Mei tahun ini adalah warga sipil).

Sepanjang jalan, Netanyahu memanfaatkan keinginan Trump untuk dipuji, sehingga bisa tidak hanya memperpanjang perang di Gaza tetapi juga melakukan serangan ke negara-negara lain di Timur Tengah, termasuk Iran, Lebanon, Suriah, dan Yaman. Dimulai dengan miliaran dolar senjata AS yang diberikan oleh pemerintahan Joe Biden dan dilanjutkan di bawah Trump, Israel bisa membombardir hampir di mana saja di kawasan, tanpa konsekuensi. Pada Juni, Israel meluncurkan serangan mendadak terhadap Iran, menewaskan puluhan pejabat militer senior dan ilmuwan nuklir. Netanyahu lalu meyakinkan Trump untuk sesaat ikut dalam perang Israel, ketika ia memerintahkan pesawat AS mengebom tiga fasilitas nuklir utama Iran.

Dua minggu kemudian, awal Juli, Netanyahu datang makan malam ke Gedung Putih. Trump ingin memanfaatkan momentum gencatan senjata antara Iran dan Israel yang ia makelarnya, dan berencana menekan Netanyahu agar membuat kesepakatan dengan Hamas di Gaza. Tetapi Netanyahu berhasil menghindari tekanan publik Trump untuk mengakhiri perang Gaza, seperti yang dilakukan Trump beberapa minggu sebelumnya dengan gencatan Iran. Sebaliknya, Netanyahu membelai ego Trump dengan mengungkapkan bahwa ia telah menominasikan presiden AS itu untuk Hadiah Nobel Perdamaian.

Netanyahu berhasil sekaligus memuji Trump dan memainkan rasa sakit hatinya karena gagal meraih penghargaan perdamaian paling bergengsi di dunia. Selama bertahun-tahun Trump bersikeras bahwa ia layak meraih Nobel karena perjanjian diplomatik antara Israel dan beberapa negara Arab selama masa jabatan pertamanya. Perjanjian yang disebut Abraham Accords itu dimediasi pada 2020 oleh Jared Kushner, menantu sekaligus penasihat senior Trump, dan melibatkan Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko. Tetapi Trump gagal membujuk Arab Saudi, negara Arab terpenting, dan putra mahkotanya Mohammed bin Salman, untuk menormalkan hubungan dengan Israel.

Seperti rencana perdamaian Trump untuk Gaza saat ini, Abraham Accords juga dinegosiasikan langsung dengan Israel dan rezim-rezim otoriter Arab – dengan mengecualikan Palestina dari pembicaraan mengenai masa depan mereka sendiri. Kesepakatan ini lahir dari pola pikir para taipan properti seperti Trump, Kushner, dan Steve Witkoff, yang kini menjabat sebagai utusan Timur Tengah dan salah satu diplomat utama Trump di masa jabatan keduanya. Trump dan Kushner selalu melihat Gaza seperti proyek real estate, di mana orang-orang Palestina dianggap penghalang yang menolak menyerah untuk memberi jalan bagi renovasi lahan pantai bernilai tinggi di sepanjang Laut Tengah.

Dalam salah satu perkembangan langka yang positif bagi warga Gaza, Trump akhirnya membatalkan gagasannya yang banyak dicemooh, yang ia lontarkan saat bertemu Netanyahu pada Februari, yaitu agar AS mengambil alih Gaza dan menjadikannya “Riviera Timur Tengah” – yang pada dasarnya berarti mendukung pembersihan etnis terhadap warga Palestina.

Namun pada Senin, ketika mengumumkan rencana terbarunya yang akan membentuk dewan pemerintahan sementara Gaza dengan dirinya sendiri sebagai ketua, Trump tak kuasa untuk tidak berimprovisasi soal nilai ekonomi kawasan pantai Gaza. “Sebagai orang real estate, maksud saya, mereka menyerahkan lautan,” kata Trump, merujuk pada keputusan Israel tahun 2005 menarik pasukan yang menduduki Gaza, bersama sekitar 8.000 pemukim Israel. Ia menambahkan: “Mereka menyerahkan lautan. Saya bilang: ‘Siapa yang mau buat kesepakatan seperti itu?’”

Kenyataannya, meski telah menarik pasukan, Israel tetap mengendalikan wilayah udara, perbatasan, dan garis pantai Gaza. Pada 2007, setelah Hamas mengambil alih Gaza secara militer menyusul kemenangan dalam pemilu legislatif Palestina, Israel memberlakukan blokade yang masih berlangsung hingga kini. Israel memang meninggalkan pantai, tapi tetap menguasai lautnya.

Menjelang pengumuman Senin di Gedung Putih, Kushner dan Witkoff menghabiskan waktu berjam-jam bertemu Netanyahu, yang berhasil melakukan perubahan menit terakhir pada rencana Trump, termasuk ruang lingkup dan waktu penarikan pasukan Israel dari Gaza. Seperti yang ia lakukan selama dua tahun terakhir, perdana menteri Israel berhasil memaksakan kehendaknya kepada pemerintahan AS – yang seharusnya memiliki pengaruh lebih besar terhadapnya, bukan sebaliknya. Dan itu berarti Netanyahu mungkin akan menggagalkan rencana perdamaian terbaru Trump. II The Guardian

*Mohamad Bazzi adalah Direktur Pusat Kajian Timur Dekat Hagop Kevorkian dan profesor jurnalisme di Universitas New York.

Berita Terkait

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *