Kini sedang heboh putra sulung Gubernur Mahyeldi, Taufiqur Rahman, menjadi Ketua DPW PSI di Sumbar. Banyak aktivis Islam mengecamnya.
Mereka tidak mengira bagaimana mungkin seorang tokoh Islam membiarkan anaknya membesarkan partai yang sering sinis terhadap syariat Islam? Begitulah diantara kritikan itu.
Memang di zaman internet, kebebasan informasi ini tidak mudah mendidik anak. Kadang anak dididik sejak kecil di pesantren, tapi tiba-tiba setelah besar benci syariat Islam.
Anak seorang kiyai banyak yang tidak menjadi kiyai. Anak seorang tokoh banyak yang tidak menjadi tokoh. Bahkan anak Nabi (Nuh as) ada yang durhaka dan itu diabadikan al Quran.
Apalagi di zaman sekarang. Anak-anak bebas melihat internet dengan berbagai informasi yang kadang baik kadang buruk. Jiwa mereka yang masih muda ingin tahu banyak hal dan ingin berbuat kadang yang lebih hebat dari orang tuanya.
Saya merasakan sendiri kesulitan mendidik anak itu. Anak saya pertama masuk ITB jurusan geodesi. Ketika SD, saya sekolahkan di SD Islam. Ketika SMP masuk pesantren. Ketika di pesantren itu ia mengeluh, guru matematika dan guru sainsnya kurang serius (gonta ganti). Saya sempat mengadu ke pimpinan pesantren keluhan anak saya itu. Mereka menyatakan kesulitan mencari guru matematika dan sains yang bagus.
Karena saya sedang kesulitan keuangan dan anak saya mengeluh pendidikan di pesantren itu, akhirnya anak saya, saya pindahkan ke SMA Negeri Depok. Alhamdulillah ketika di SMA negeri itu anak saya prestasinya bagus, sehingga kemudian bisa masuk ITB lewat jalur undangan. Ketika sekolah itu saya selalu berpesan agar ia aktif di kegiatan Rohis sekolah dan anak saya alhamdulillah nurut.
Sekarang ia melanjutkan pendidikan masternya di UCL, Univesity College London. Sebelum kuliah di London saya juga berpesan ke dia agar sering ikut pengajian di sana atau datang ke Islamic-Islamic Centre di London.
Begitu juga anak kedua dan ketiga saya di universitas umum, saya nasehati dengan hal yang sama. Di keluarga, kita ada grup wa, dan saya selalu memberikan tulisan-tulisan tentang Islam kepada mereka.
Bila kita telah berusaha semaksimal mungkin mendidik anak kita dengan pendidikan Islam, jalan berikutnya adalah jangan lupa kita berdoa kepada Allah. Saya dan istri tiap malam mendoakan anak-anak agar menjadi anak yang shalih dan berprestasi kepada umat.
Mendidik anak dalam keluarga adalah hal yang sulit. Mendidik anak-anak di sekolah lebih mudah. Kenapa demikian? Karena anak-anak tahu kelebihan dan kekurangan kita. Kadang anak lebih nurut nasihat orang lain (guru) daripada nasihat orang tua.
Di sinilah orang tua perlu memberikan teladan. Untuk membuat anak cinta masjid misalnya, orang tua harus sering ke masjid. Saya ingat nasihat Hasan al Bana tentang pentingnya shalat di awal waktu dan bagi laki-laki di masjid.
Bila kita biasakan diri kita ke masjid, maka anak-anak akan mengikuti kita ke masjid. Meski tidak kita suruh. Karena contoh perbuatan lebih kuat dari pada kata-kata perintah.
Kembali ke anak Mahyeldi Gubernur Sumbar itu. Karena saya tidak kenal, saya hanya husnudhan aja kepadanya. Mungkin ia ingin mengubah PSI agar tidak memusuhi syariat Islam. Atau ia ada tujuan lain, Wallahu a’lam. Kalau saya kenal, saya akan bisa menebak lebih pasti apa motif sebenarnya duduk di jabatan yang mentereng itu.
Biasakanlah kita menilai sesuatu itu dengan data-data yang lebih pasti. Jangan mudah berprasangka buruk, apalagi kepada sesama Muslim. Wallahu alimun hakim. II Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik

Komentar