Nasional
Beranda » Yaqut : Antara Pendukung dan Pengecamnya

Yaqut : Antara Pendukung dan Pengecamnya

Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kini nasibnya di ujung tanduk. KPK telah mengeluarkan surat pencekalan ke luar negeri selama enam bulan. Yaqut, para pejabat Kemenag dan agen Biro Haji Umrah kini ‘terus menerus’ diperiksa dalam kasus korupsi haji yang menelan kerugian negara sekitar 1 trilyun.
Ulil Abshar Abdalla meradang. Ia tidak tahan melihat serangan kepada Yaqut, saudara sepupunya di media massa atau media sosial. Berhari-hari di medsos facebooknya ia membela Yaqut. Terakhir ia membuat meme : We Stand with Gus Yaqut.
Ketua Lakpesdam PBNU ini merasa KPK memojokkan organisasinya. Belum terbukti siapa yang bersalah, KPK sudah mengumumkan ke media seolah-olah PBNU bersalah. Dalam sebuah tulisan pendeknya Ulil menyatakan,”Sekali lagi, analisis Bung Alto Luger ini memperjelas duduk perkara masalah kuota haji. Tampaknya, ada “agenda” yg dipaksakan melalui kasus ini; agenda yg tidak terkait dg masalah korupsi. Sebab, hingga sekarang tidak ditemukan aliran dana ke Gus Yaqut.”
Analisis Bung Alto Luger ini dikutip Ulil dalam Facebooknya. Judulnya adalah : ‘Kuota Haji 2024: Kepentingan Politik Bertopeng Penegakkan Hukum’. Ini kutipan sebagian tulisan itu :
“Sampai hari ini, 13 September 2025, penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Kerugian Keuangan Negara di balik pelaksanaan Haji 2024 belum menghasilkan tersangka.
Narasi demi narasi dikeluarkan ke publik oleh KPK namun isi dari narasi-narasi dimaksud berubah-ubah. KPK seakan sedang kebingungan untuk menjerat target mereka, sehingga tiap hari, ada saja narasi baru yang dikeluarkan.
Narasi utama tentang keluarnya Keputusan Menteri Agama tentang pembagian kuota tambahan 50;50, juga tentang Kerugian Keuangan Negara sama sekali tidak dikeluarkan lagi. Sekarang yang dikeluarkan adalah soal waktu pembayaran yang mepet. Padahal angka 1 trilyun sebagai kerugian keuangan negara sudah dikeluarkan KPK saja belum jelas asalnya karena belum ada rilis hasil investigasi dari BPK.
KPK ibarat sedang memainkan jurus mabuk. Mungkin karena sudah terlanjur boombastic dengan angka 1 Trilyun sehingga KPK HARUS melakukan apa saja agar orang yang ditargetkan, yaitu Gus Yaqut harus jadi tersangka, walaupun sampai hari ini, tidak ada bukti bahwa Gus Yaqut menerima suap atau gratifikasi dari apa yang dituduhkan…”
Bahkan, Ulil kini ‘memojokkan’ Ustadz Khalid Basalamah yang mengembalikan uang ke KPK. Lagi-lagi Ulil dengan menampilkan kutipan tulisan orang lain. Kali ini mengutip tulisan : Jonathan Latumahina. Di tulisan itu, Jonathan menyimpulkan,” Dengan demikian, posisi yang jelas dan terbukti saat ini hanyalah Khalid Basalamah terlibat sebagai pemberi suap, sementara Gus Yaqut tidak atau belum terbukti terlibat sebagai penerima suap.”
Bahkan Ulil juga menampilkan hadits Rasulullah yang melaknat pemberi suap dan penerima suap. Lagi-lagi di sini Ulil mengutip pendapat orang lain, yaitu tulisan Ainun Najib. Ainun menulis,”Posisi saat ini yang terbukti hanyalah Khalid Basalamah terlibat menyuap (ar rosyi), sementara Gus Yaqut tidak/belum terbukti terlibat disuap (al murtasyi).”
Pembelaan Ulil yang gigih terhadap Yaqut ini disindir netizen, karena Ulil adalah sepupu dari Yaqut. Tentu saja Ulil akan membantah tuduhan ini.
000
Kasus Yaqut yang disidik KPK ini bermula dari tambahan tambahan kuota haji yang diperoleh Indonesia dari Arab Saudi, yaitu sebanyak 20.000 jamaah haji tambahan. Menurut UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota tambahan harus mengikuti ketentuan: 92% untuk haji reguler, dan 8% untuk haji khusus.
Namun, dalam SK Menag Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut, pembagian dilakukan 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus dari kuota tambahan itu. Setelah SK ini berlaku, alokasi total untuk haji tahun 2024 menjadi: 213.320 jemaah reguler, dan 27.680 jemaah khusus.
SK ini dianggap “bertentangan” dengan Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang menyebut kuota haji khusus maksimal 8%. Pansus DPR juga menyebut bahwa pembagian 50-50 dari tambahan kuota adalah kejanggalan dan tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
MAKI, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia yang dipimpin Boyamin Saiman, mengajukan beberapa tuduhan dan estimasi kerugian. Yakni MAKI menduga adanya pungutan liar (pungli) terhadap calon jamaah haji khusus sebesar US$5.000 (sekitar Rp75 juta) per orang dari kuota tambahan. Jika jumlah jamaah haji khusus tambahan yang dipakai (setelah dikurangi untuk petugas) sebanyak 9.222 orang, maka total dugaan kerugian negara bisa mencapai ± Rp691 miliar. Ada kemungkinan kerugian lebih besar (hingga hampir Rp1 triliun) jika seluruh potensi diselewengkan, termasuk markup biaya katering/penginapan dan poin lain selain kuota.
MAKI juga menyoroti bahwa SK Menag tersebut hanya Surat Keputusan, tidak berupa Peraturan Menteri yang harus ditayangkan di lembaran negara dan perlu persetujuan Menteri Hukum dan HAM. MAKI juga menyebut adanya kemungkinan penyusunan SK oleh sejumlah pihak dalam Kemenag dengan proses yang tergesa-gesa.
Selain itu, MAKI menduga bahwa Yaqut menerima honorarium sebagai pengawas haji (sekitar Rp7 juta/hari) selama pelaksanaan haji 2024, dengan dasar surat tugas dari Inspektorat Jenderal Kemenag. Ini dianggap janggal oleh MAKI sebab pengawasan harusnya oleh aparat pengawas bebas, tidak oleh pejabat seperti menteri.
Melihat kasus Yaqut ini, tokoh senior NU, KH Marzuki Mustamar menyatakan,”Kalau KPK jadzab (tegas) terus siapapun yang salah diangkut, angkut saja. Siapapun yang salah angkut saja.” Ia melanjutkan,“Aku ingin NU besar lagi, makanya yang mengisi (PBNU) harus bersih, kredibel, kapasitasnya OK.” Menurutnya, dugaan keterlibatan (oknum) PBNU dalam kasus korupsi kuota tambahan haji serta indikasi penyusupan zionisme Israel melalui AKN NU telah meruntuhkan wibawa organisasi.
Kasus Yaqut soal kuota haji 2024 ini menjadikan netizen di medsos banyak mengungkap kembali pernyataan-pernyataan kontroversial lamanya. Seperti:
“Kementerian Agama ini hadiah dari negara untuk Nahdlatul Ulama. Jadi sudah seharusnya NU memanfaatkannya sebaik mungkin.”
“Kemerdekaan Indonesia bukan hanya diperjuangkan oleh umat Islam, tetapi juga oleh umat agama lain di negeri ini.”
“Saya ini Menteri Agama, bukan Menteri Agama Islam. Jadi tugas saya melayani semua agama di Indonesia.”
Penulis sendiri, pernah diadili ‘kelompok-kelompok pendukung Yaqut’ di Depok, gara-gara penulis membuat artikel ‘Istighfarlah Yaqut’ . Waktu itu sekitar 15 orang yang terdiri dari pimpinan MUI Depok, Banser Depok, NU Depok, Kemenag Depok, mengadili penulis di Gedung MUI Depok dan mendesak penulis minta maaf atas tulisan itu. Penulis diancam, bila menolak minta maaf akan dilaporkan polisi. Alhamdulillah penulis bertahan dan menolak minta maaf.
Walhasil, kini pendukung dan pengecam Yaqut terus berantem di medsos. Entah kapan selesainya. Mungkin setelah KPK menetapkan tersangka atau membebaskan Yaqut dari sangkaan korupsi kuota haji ini, pertengkaran itu mereda.
Pertengkaran dalam media sosial itu sebenarnya perlu kita syukuri. Dengan adanya saluran benturan pemikiran atau pendapat ini justru akan mengurangi atau meminimalisir benturan fisik. Itulah ‘kelebihan demokrasi’. Dan masalah Yaqut terlibat korupsi atau tidak, biarlah KPK secara obyektif nanti yang menetapkan. Becik ketitik, olo ketoro. Yang benar akan ketahuan, yang buruk akan kelihatan. Wallahu alimun hakim.
Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik

Berita Terkait

Berita Terbaru

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *